16 April, 2010
Sudahkah Anda Berlindung Dari Syaitan ?
Allah Ta’ala telah menyebutkan di dalam banyak ayat dalam al-Qur`an bahwa syaitan adalah musuh yang nyata bagi kita. Di antaranya firman Allah Ta’ala, artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah: 168).
Dan Allah Ta’ala juga telah menjelaskan, betapa syaitan sangat bersungguh-sungguh untuk menyesatkan hamba-hamba Allah Ta’ala dari jalanNya, memalingkan mereka agar tidak beribadah kepada Allah Ta’ala semata (mentauhidkannya). Bahkan syaitan menakut-nakuti manusia dan mengganggu mereka di setiap hal dan di setiap aktiviti yang dilakukan oleh manusia.
Maka tidak hairan kalau kita mendapatkan fenomena kerasukan jin yang acap kali terjadi pada seseorang yang berakhir dengan tragedi yang menyedihkan seperti orang tersebut menjadi gila atau dijemput ajalnya yang disebabkan oleh gangguan jin tersebut. Dan sekaligus menunjukkan betapa kita ini lemah, sehingga perlu kepada perlindungan yang dapat melindungi kita dari gangguan syaitan ini. Dan tidak kita ragukan lagi bahawa tidak ada perlindungan yang dapat melindungi kita dari itu semua melainkan meminta perlindungan tersebut dari Dzat Yang Maha kuasa Allah Ta’ala yang menciptakan syaitan tersebut.
Ibnu al-Qayyim rahimahullah menyebutkan di dalam kitab Bada`i’u al-Fawa`id pada akhir juz ke dua, sepuluh sebab yang dengannya seorang hamba berlindung dari syaitan, yakni:
1) Perlindungan Pertama: mengucapkan, Isti’adzah (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ.). Artinya: “Aku berlindung dengan Allah dari godaan syaitan yang direjam.”
Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalilnya. Di antaranya, firman Allah Ta’ala , artinya, “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-A’raf: 200)
Dan tidak diragukan lagi, bahwa Isti’adzah (memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala) merupakan seutama-utamanya pendekatan diri (kepada Allah Ta’ala). Isti’adzah (itu sendiri) artinya, adalah perlindungan dan penjagaan sedangkan hakikatnya adalah pergi dari sesuatu yang anda takuti kepada orang (dzat) yang dapat melindungi anda.
2) Perlindungan kedua: Membaca dua surat al-Mu’awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas).
Sesungguhnya kedua surat ini (al-Falaq dan an-Nas) memiliki pengaruh yang dahsyat dalam menjaga atau melindungi seorang hamba yang ikhlas dari kejahatan syaitan dan tipu dayanya yang lemah. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, “Tidaklah berlindung orang-orang yang meminta perlindungan dengan yang lebih utama dari keduanya” (Surat al-Falaq dan Surat an-Nas)”. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh al-Albani).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, mahukah kamu aku beritahu tentang sesuatu perlindungan yang paling utama yang dengannya orang-orang berlindung?. Dia menjawab, “Ya, wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “‘Qul A‘udzu bi Rabbi al-Falaq’ (surat al-Falaq) dan ‘Qul A’udzu bi Rabbi an-Nas’ (surat an-Nas), kedua surat ini.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh al-Albani). Karena pada keduanya terdapat permohonan perlindungan kepada Allah Ta’ala dari semua kejahatan/ keburukan. Ibnu Qayyim rahimahullah menguatkan, bahwa gangguan (was-was) berasal dari jin dan manusia.
3) Perlindungan ketiga: Membaca ayat kursi.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, “Apabila kamu hendak berbaring di tempat tidurmu, maka bacalah ayat kursi, maka niscaya Allah Ta’ala akan senantiasa menjagamu dan syaitan pun tidak akan mendekatimu sampai waktu pagi tiba.” (HR. al-Bukhari). Dan banyak sekali dalil-dalil dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang keutamaannya.
4) Perlindungan k empat: Membaca surat al-Baqarah.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, “Janganlah kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya rumah yang dibacakan surat al-Baqarah di dalamnya tidak akan dimasuki oleh syaitan.” (HR. Muslim)
5) Perlindungan kelima: Penutup/ dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah.
Sebagaimana yang terdapat dalam hadits shahih yang marfu’, “Barangsiapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah dalam satu malam niscaya keduanya menjaganya dari segala kejahatan.” (Muttafaq ‘alaih). Dan dalam hadits yang lain, “Dan jika keduanya tidak dibacakan (dua ayat terakhir surat al-Baqarah) di dalam suatu rumah selama tiga malam, maka niscaya syaitan akan mendekatinya.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
6) Perlindungan keenam: Membaca awal surat Haa Miim (surat al-Mu’min) sampai firman Allah Ta’ala, “Hanya kepada-Nyalah tempat kembali (semua makhluk)” dan ayat kursi.
Dalilnya adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu secara marfu’, “Barangsiapa membaca Haa Miim (surat al-Mu’min) sampai (firman Allah Ta’ala), “KepadaNya lah tempat kembali” dan ayat kursi di waktu pagi niscaya dia akan terjaga dengan keduanya sampai dia berada di petang hari dan barangsiapa yang membaca keduanya di waktu sore niscaya dia akan terjaga dengan keduanya hingga dia berada di pagi hari.”
7) Perlindungan ke tujuh: Membaca,
(لَا إِلَهَ إِلا اللَّهَ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ),
artinya, “Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, milikNya kerajaan dan bagiNya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,” sebanyak seratus kali.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa membaca, (لَا إِلَهَ إِلا اللَّهَ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ) “Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, milikNya kerajaan dan bagiNya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, sebanyak seratus kali dalam sehari, maka baginya pahala seperti/ sebanding dengan memerdekakan sepuluh orang budak, dan dicatat baginya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus kesalahan atau dosa dan ia menjadi pelindung baginya dari godaan syaitan pada hari itu sampai ia berada di petang, dan tidak ada seorang pun yang membawa sesuatu yang lebih utama dari apa yang dibawa olehnya kecuali seorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
8) Perlindungan kelapan: Memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala.
Banyak sekali hadits-hadits yang menjelaskan tentang hal tersebut, dan sungguh benar, bahwa syaitan lari, apabila mendengar adzan dikumandangkan dan begitu juga pada semua dzikir. Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku menyuruh kalian untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala, sesungguhnya perumpamaan hal itu seperti perumpamaan seorang yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, sampai ia mendatangi sebuah benteng yang kokoh, lalu melindungi dirinya dari mereka. Begitu pun seorang hamba tidak lah ia menjaga atau melindungi dirinya dari godaan syaitan kecuali dengan berdzikir kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits Hasan Gharib Shahih”).
9)Perlindungan Kesembilan: Melakukan wudhu dan shalat.
Dan ini merupakan seagung-agungnya penjagaan atau perlindungan.
Ketika dalam keadaan marah dan syahwat, maka sungguh keduanya adalah api sedangkan wudhu dan shalat dapat memadamkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari syaitan, sedangkan syaitan diciptakan dari api, dan sesungguhnya api hanyalah dipadamkan dengan air, maka apabila salah seorang di antara kalian marah, hendaklah dia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
10) Perlindungan Ke sepuluh: Menahan pandangan, ucapan, makan, dan berinteraksi dengan manusia secara berlebihan.
Hal ini dilarang kerana syaitan masuk bersamaan dengan sikap berlebihan ini. Dan kerana pandangan merupakan salah satu panah Iblis.
Sumber: Bada`i’u al-Fawa`id, Ibnu al-Qayyim rahimahullah dan An-Nuqath al-‘Asyarah adz-Dzahabiyah, Abdur Rahman bin ‘Ali ad-Dusari.
Di sunting dari Sumber :alsofwah.or.id
0 comments:
Catat Ulasan