22 November, 2010
Hukum Meninggalkan Solat
Di awal telah dijelaskan bahwa solat merupakan tiang agama dan merupakan pembeda antara muslim dan kafir. Lalu bagaimanakah hukum meninggalkan solat itu sendiri, apakah membuat seseorang itu kafir?
Perlu diketahui, para ulama telah sepakat (baca: ijma’) bahwa dosa meninggalkan solat lima waktu lebih besar dari dosa-dosa besar lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan solat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[ Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir]
Adapun berbagai kategori orang yang meninggalkan solat, kami dapat perincikan sebagai berikut:
pertama: Meninggalkan solat dengan mengingkari kewajipannya sebagaimana mungkin perkataan seorang ‘Kalau mahu solat boleh-boleh saja, tidak solat juga tidak apa-apa’. Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya solat, orang semacam ini dihukum kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.
kedua: Meninggalkan solat dengan menganggap remeh dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini terdapat hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan solat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, majoriti ulama salaf dari shahabat dan tabi’in. Contoh hadis mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah solat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”
Ketiga: Tidak menentu dalam melaksanakan solat iaitu kadang-kadang solat dan kadang-kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zahir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah iaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah (Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya).[ HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574]
Keempat: Meninggalkan solat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan solat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
Kelima: Mengerjakan solat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang solat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari solatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5)
disunting dari sumber
0 comments:
Catat Ulasan