10 Oktober, 2010

Saidina Hamzah : Singa Allah dan Penghulu Syuhada’



Saidina Hamzah bin Abdul Muthalib merupakan bapa saudara Rasulullah saw dan saudara susuan Nabi saw. lahu ‘alaihi wasallam.” Beliau memeluk Islam pada akhir tahun keenam kenabian. Menurut pendapat majoriti ulama, beliau masuk Islam pada bulan Zulhijjah.

Kisah pengislaman

Antara sebab beliau memeluk Islam ialah kerana membela anak saudaranya ( Nabi saw) yang dihina oleh golongan musyrikin Mekah. Pada sutu hari Abu Jahal melalui Rasulullah saw di Safa, lalu dia mencaci maki dan menghina baginda saw, namun baginda saw hanya mendiamkan diri. Kemudian dia memukul kepala beliau dengan menggunakan batu hingga luka mengalir darah. Kemudian dia berbalik menuju kumpulan orang-orang Quraisy di dekat Ka’bah dan ketawa dengan gembira bersama mereka.

Seorang hamba perempuan milik Abdullah bin Jad’an yang berada di sana melihat apa yang dilakukan Abu Jahal terhadap baginda saw. Sementara Hamzah yang baru pulang dari memburu sambil memikul busurnya melalui jalan tersebut. Maka hamba perempuan itu memberitahu kepadanya tentang apa yang telah dilakukan Abu Jahal terhadap anak saudaranya.


Sebagai pemuda Quraisy yang paling terkemuka dan menyedari harga dirinya, terus Hamzah  pergi dengan satu tujuan iaitu mencari Abu Jahal. Setelah Hamzah memasuki masjid, dia berdiri di dekat kepala Abu Jahal lalu berkata, “Wahai orang yang jahat, apakah engkau berani mencela anak saudaraku, padahal aku berada di atas agamanya ?!” seketika itu dia memukul kepala Abu Jahal dengan  anak busurnya hingga luka. Orang-orang dari Bani Makhzum (kampung Abu Jahal) bangkit berdiri, begitu pula yang dilakukan orang-orang dari Bani Hasyim (kampung Hamzah).

Abu Jahal pun berkata, “Biarkan saja Abu Ammarah (Hamzah), kerana memang aku telah mencaci maki anak saudaranya dengan cacian yang menyakitkan.
Kisah Terbunuhnya Hamzah dan Taubatnya Si Pembunuh

Diriwayatkan dari Ja’far bin Amru bin Umayyah Adh-Dhamri, dia berkata, “Aku dan Ubaidullah bin Adi bin Al Khiyar pernah keluar untuk berperang pada zaman Mu’awiyah. Lalu kami melewati Himsh.

Tiba-tiba ada Wahsyi di situ. Ibnu Adi lalu berkata, ‘Akankah kita bertanya kepada Wahsyi tentang cara dia membunuh Hamzah?’ setelah itu kami keluar menemuinya dan bertanya tentang hal itu. Dia kemudian berkata kepada kami, ‘Kalian berdua akan mendapatkan jawabannya di depan halamannya di atas tikarnya. Dulu dia seorang pemabuk walaupun sekarang kalian mendapatinya dalam keadaan sehat. Kalian juga akan bertemu dengan seorang pemuda Arab’.

Mereka berdua memklumkan agar Wahsyi menceritakan kisah dia membunuh Saidina Hamzah. R.a.
Wahsyi pun bercerita :, ‘Aku akan bercerita kepada kalian tentang apa yang pernah aku ceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika itu aku menjadi hamba Jubair bin Muth’im. Bapa saudaranya yang bernama Thu’aimah bin Adi terbunuh pada perang Badar. Lalu dia berkata kepadaku, “Jika kamu bisa membunuh Hamzah maka kamu merdeka”.

Aku mempunyai sebuah tombak yang biasanya digunakan untuk melempar dan jarang sekali tidak mengenai sasaran. Lantas aku keluar bersama anggota pasukan lainnya. Ketika mereka sudah bertemu di medan perang, aku mengambil tombak dan keluar untuk mencari Hamzah hingga akhirnya aku menemukannya sedang berada di tengah kerumunan pasukan layaknya unta Auraq (yaitu unta yang berwarna antara debu dan hitam) menghantam musuh dengan pedangnya yang tajam hingga merenggut nyawa. Demi Allah, saat itu aku telah bersiap-siap membidiknya. Tiba-tiba Siba’ bin Abdul Uza Al Khuza’I mendahuluiku. Ketika dia dilihat oleh Hamzah, dia berkata, ‘Datanglah kepadaku wahai anak pemotong kemaluan wanita’. Kemudian dia dibunuh oleh Hamzah. Demi Allah, dia tidak meleset sedikit pun. Aku sama sekali belum pernah melihat sesuatu yang lebih cepat jatuhnya dari pada kepala Siba’.

Aku kemudian berusaha membidikkan tombakku, hingga ketika aku anggap sudah tepat, maka aku melepaskannya hingga akhirnya mengenai bagian bawah perutnya dan tembus sampai kedua kakinya. Hamzah pun jatuh dan menggelupur. Aku lantas membiarkan tombak itu tetap menancap, hingga ketika dia telah meninggal, aku mendekatinya dan aku mengambil kembali tombakku. Setelah itu aku kembali ke kamp,lalu duduk didalamnya dan saat itu aku tidak lagi mempunyai kepentingan lain.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Makkah, aku lari ke Tha’if. Ketika utusan Tha’if keluar untuk masuk Islam, seakan-akan bumi menjadi sempit bagiku. Aku berkata, ‘Larilah ke Syam atau Yaman atau negeri yang lain’. Demi Allah, pada saat itu aku kebingungan. Tiba-tiba seorang pria berkata, ‘Demi Allah, Muhammad tidak memerangi orang yang masuk ke dalam agamanya. Aku pun pergi hingga ke Madinah untuk menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau lantas bersabda, “Kamu Wahsyi?” aku menjawab, “Benar”. Beliau bersabda, “Duduklah! Ceritakan kepadaku cara engkau membunuh Hamzah?”. Aku lalu menceritakan peristiwa tersebut, seperti yang aku ceritakan kepada kalian berdua. Mendengar itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan perlihatkan wajahmu dihadapanku, aku tidak ingin melihat wajahmu”. Sejak itu aku menjauhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebisa mungkin hingga beliau meninggal dunia.
Ketika orang-orang Islam keluar memerangi Musailamah, aku ikut berperang bersama mereka dengan membawa tombak yang pernah digunakan untuk membunuh Hamzah. Ketika kedua kubu sudah bertemu, aku melihat Musailamah yang sedang menenteng pedang ditangan. Demi Allah aku tidak mengenalnya. Tiba-tiba ada seorang sahabat Ansar mendatanginya dari arah lain. Masing-masing kami bersiap-siap untuk menyerangnya, hingga ketika sudah merasa tepat membidiknya, aku langsung melemparkan tombak tersebut hingga mengenainya. Pria Anshor itu kemudian menimpalinya dengan hujaman pedang. Tuhan kamu lebih tahu siapa diantara kami yang yang membunuhnya. Jika aku yang membunuhnya, berarti aku telah membunuh orang yang paling baik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku telah membunuh manusia yang paling buruk’.”
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Ketika perang Uhud, rasulullah saw berdiri di atas Hamzah dan meratapinya seraya berkata, ‘Jika bukan karena Shafiyyah merasa kasihan kepadanya, aku sudah membiarkan jasadnya hingga Allah akan mengumpulkannya dari dalam perut binatang buas dan burung’. Jasadnya kemudian dikafani dengan selimut yang jika digunakan untuk menutupi bagian kepalanya maka kakinya akan terlihat dan jika bagian kakinya yang ditutup maka kepalanya yang terlihat. Dia tidak penah membaca shalawat atas salah seorang syuhada. Beliau lantas berkata, ‘Aku adalah saksi bagi kalian’. Jasad ketiga pahlawan tersebut kemudian dikubur bersama-sama dalam satu liang lahad. Lalu ada yang berkata, ‘Siapa diantara mereka yang lebih banyak membaca Al-Qur’an maka dia yang terlebih dahulu dimasukkan ke dalam liang lahad’. Setelah itu mereka dikafani dengan satu kain kafan.”
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abu waqqash, dia berkata, ‘Hamzah berperang pada waktu perang Uhud di depan Rasulullah saw dengan dua pedang, seraya berkata, ‘Aku adalah singa Allah’.”
Sumber :
  • Ringkasan Syiar A’lam An-Nubala’ I/179-182, edisi terjemah, cet. Pustaka Azzam.
  • Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Shafiyur Rahman al-Mubarakfuri. Hal 137-138 edisi teremah cet. Pustaka Al-Kautsar

0 comments:

Catat Ulasan

Related Posts with Thumbnails
 
Share