22 Januari, 2010
Kisah Muktabar : Ashabul Ukhdud
BISMILLAH...
Kisah kali ini agak panjang iaitu hadis sahih riwayat Imam Muslim dalam Kitab Az-Zuhd war Raqa`iq, bab Qishshah Ashhabil Ukhdud (no. 3005), dari Shuhaib bin Sinan radhiyallahu 'anhu, bahawa Rasulullah saw bersabda (yang beerti):
Pada zaman dahulu, sebelum masa kalian ada seorang raja, dia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir ini sudah semakin tua, dia berkata kepada raja tersebut: “Saya sudah tua, carikan untukku seorang pemuda remaja yang akan saya ajari sihir.” Maka raja itupun mencari seorang pemuda untuk diajari ilmu sihir.
Adapun pemuda itu, di jalanan yang dilaluinya (menuju tukang sihir) itu ada seorang rahib (ahli ibadah). Lalu dia duduk di majlis rahib tersebut, mendengar syarahannya dan ternyata huraian tersebut menakjubkannya. Akhirnya, jika dia mendatangi tukang sihir itu, dia melalui majlis si rahib dan duduk di sana. Kemudian, setelah dia menemui tukang sihir itu, dia dipukul oleh tukang sihir tersebut. Pemuda itupun mengadu keadaannya kepada si rahib. Kata si rahib: “Kalau engkau takut kepada si tukang sihir, katakan kepadanya: ‘Aku ditahan oleh keluargaku.’ Dan jika engkau takut kepada keluargamu, katakan kepada mereka: ‘Aku ditahan oleh tukang sihir itu’.”
Ketika dia dalam keadaan demikian, datanglah seekor binatang besar yang menghalangi orang banyak. Pemuda itu berkata: “Hari ini saya akan tahu, tukang sihir itu yang lebih utama atau si rahib.” Lalu dia mengambil sebiji batu dan berkata: “Ya Allah, kalau ajaran si rahib itu lebih Engkau cintai daripada ajaran tukang sihir itu, maka bunuhlah binatang ini agar manusia dapat lalu.” Pemuda itu melemparkan batunya hingga membunuhnya. Akhirnya manusiapun dapat melaluii perjalanannya.
Kemudian pemuda itu menemui si rahib dan menceritakan keadaannya. Si rahib berkata kepadanya: “Wahai ananda, hari ini engkau lebih utama daripadaku. Kedudukanmu sudah sampai pada tahap yang aku lihat saat ini. Sesungguhnya engkau tentu akan menerima cubaan, maka apabila engkau ditimpa satu cubaan, janganlah engkau menunjuk diriku.”
Pemuda itupun akhirnya mampu mengubati orang yang dilahirkan dalam keadaan buta, sopak, dan mengubati orang ramai dari berbagai penyakit. Berita ini sampai ke telinga orang bawahan raja yang buta matanya. Diapun menemui pemuda itu dengan membawa hadiah yang banyak, lalu berkata: “Semua hadiah yang ada di sini adalah untuk engkau, saya kumpulkan, kalau engkau dapat menyembuhkan saya (dari kebutaan ini).”
Anak muda itu menjawab: “Sebetulnya, saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Tapi yang menyembuhkan itu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalau engkau beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, saya doakan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, tentu Dia sembuhkan engkau.”
Orang bawahan raja itupun beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyembuhkannya. Kemudian dia menemui raja dan duduk bersamanya seperti biasa. Raja itu berkata kepadanya: “Siapa yang sudah mengembalikan matamu?”
Dia menjawab: “Rabbku.” Raja itu bertanya: “Adakah kamu mempunyai tuhan selain aku?” Orang itu berkata: “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Raja itupun menangkapnya dan tidak berhenti menyiksanya sampai dia menunjukkan si pemuda. Akhirnya si pemuda ditangkap dan dibawa ke hadapan raja tersebut. Sang raja berkata: “Wahai anakku, telah sampai kepadaku kehebatan sihirmu yang dapat menyembuhkan buta, sopak, dan kamu berbuat ini serta itu.”
Pemuda itu berkata: “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun. Tapi yang menyembuhkan itu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Raja itu menangkapnya dan terus menerus menyiksanya sampai dia menunjukkan si rahib. Akhirnya si rahib ditangkap dan dihadapkan kepada sang raja dan dipaksa: “Keluarlah dari agamamu.” Si rahib menolak. Raja itu minta dibawakan sebuah gergaji, lalu diletakkan di atas kepala si rahib dan mulailah kepala itu digergaji hingga terbelah dua. Kemudian diseret pula teman duduk raja tersebut, dan dipaksa pula untuk kembali murtad dari keyakinannya. Tapi dia menolak. Akhirnya kepalanya digergaji hingga terbelah dua.
Kemudian pemuda itu dihadapkan kepada raja dan diapun dipaksa: “Keluarlah kamu dari keyakinanmu.” Pemuda itu menolak.
Akhirnya raja itu memanggil para tenteranya: “Bawa dia ke gunung ini dan itu, dan naiklah. Kalau kalian sudah sampai di puncak, kalau dia mahu murtad (bawa pulang). Kalau dia tidak mahu, lemparkan dia dari atas.” Merekapun membawa pemuda itu ke gunung yang ditunjuk. Si pemudapun berdoa: “Ya Allah, lepaskan aku dari mereka dengan apa yang Engkau kehendaki.” Seketika gunung itu bergegar dan merekapun terpelanting jatuh. Pemuda itu datang berjalan kaki menemui raja. Raja itu berkata: “Apa yang dilakukan para pengawalmu itu?”
Kata si pemuda: “Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkanku dari mereka.”
Kemudian raja itu menyerahkan si pemuda kepada beberapa orang lalu berkata: “Bawa dia dengan perahu ke tengah laut. Kalau dia mahu keluar dari keyakinannya, (bawa pulang), kalau tidak lemparkan dia ke laut.” Merekapun membawanya. Si pemuda berdoa lagi: “Ya Allah, lepaskan aku dari mereka dengan apa yang Engkau kehendaki.” Perahu itu karam dan mereka pun tenggelam. Sedangkan si pemuda berjalan dengan tenang menemui raja.
Raja itu berkata: “Apa yang dilakukan para pengawalmu itu?”
Kata si pemuda: “Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkanku dari mereka.”
Lalu si pemuda melanjutkan: “Sesungguhnya engkau tidak akan dapat membunuhku sampai engkau melakukan apa yang kuperintahkan.” Sang raja bertanya: “Apa itu?”
Kata si pemuda: “Kau kumpulkan seluruh manusia di satu tempat, kau salib aku di sebatang pohon dan ambil sebatang panah dari bekas panahku kemudian letakkan pada sebuah busur lalu ucapkanlah: ‘Bismillah Rabbil ghulam’ (Dengan nama Allah, Rabb si pemuda), dan panahlah aku dengan panah tersebut. Kalau engkau melakukannya nescaya engkau akan dapat membunuhku.”
Raja itupun mengumpulkan seluruh manusia di satu tempat dan menyalib si pemuda, kemudian mengeluarkan anak panah dari bekas si pemuda lalu meletakkannya pada sebuah busur dan berkata: “Bismillahi Rabbil ghulam”, kemudian dia melepaskan panah itu dan tepat mengenai pipi si pemuda. Darah mengucur dan si pemuda segera meletakkan tangannya di pipinya dan diapun mati. Serta merta rakyat banyak yang melihatnya segera berkata: “Kami beriman kepada Rabb si pemuda. Kami beriman kepada Rabb si pemuda. Kami beriman kepada Rabb si pemuda.”
Raja itupun didatangi pengikutnya dan diceritakan kepadanya: “Apakah anda sudah melihat, apa yang anda khawatirkan, demi Allah sudah terjadi. Orang banyak sudah beriman (kepada Allah).”
Lalu raja itu memerintahkan agar menggali parit-parit besar dan menyalakan api di dalamnya. Raja itu berkata: “Siapa yang tidak mahu keluar dari keyakinannya, bakarlah hidup-hidup dalam parit itu. .” Merekapun melakukannya, sampai akhirnya diseretlah seorang wanita yang sedang menggendong bayinya. Wanita itu berundur (melihat api yang bernyala-nyala), khawatir terjatuh ke dalamnya (karena sayang kepada bayinya). Tapi bayi itu berkata kepada ibunya: “Wahai ibu, bersabarlah, karena sesungguhnya engkau di atas kebenaran.”
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan kisah ini juga dalam Kitab-Nya yang mulia dalam surat Al-Buruj:
“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar….”
Itulah kisah yang Allah Subhanahu wa Ta'ala ceritakan dalam KitabNya yang mulia agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Banyak pengajaran yang boleh diambil daripada kisah ini. Fikir-fikirkan sendiri.
WALLAHU TA’ALA A’LAM
0 comments:
Catat Ulasan